Minggu, 16 Januari 2011

Darurrahmahisme


DARURRAHMAHISME RUHIYAH PONDOK

Selayang Pandang Bapak Pimpinan Pondok

الحمد لله رب العالمين . وبه نستعين . ألصلاة والسلام علي حبيبه الكريم محمد صلي الله عليه وسلم . أللهم اهدناالصراط المستقيم . صراط الدين أنعمت عليهم غيرالمغضوب عليهم ولاالضالين . انك على كل شئ قدير. يارب العالمين .

Hanya kepada Allah kita berserah dari kekurangan dan keterbatasan kemampuan kita. Memohon selalu akan hidayah dan rahmatNya. Tidak ada yang kekal kecuali Dia yang Maha Abadi. Dialah yang Maha segala Maha.
Shalawat dan salam tercurah kepada kekasihNya Muhammad Saw. Pembawa wahyu kekal abadi untuk ummat yang mengikuti sunnahnya. Siapa yang mengikuti jejaknya selamat, dan siapa yang membangkang celaka.
Alhamdulillah. Akhirnya selesailah penyusunan buku tentang kepondokpesantrenan Darurrahmah yang saya namakan “Darurrahmahisme Ruhiyah Pondok”. Buku Ini dimaksudkan untuk menumbuhkan ruhiyah kesantrian khususnya dalam jiwa santri Darurrahmah, dengan demikian mereka dapat memahami tentang sejarah, sunah pondok, alur sistem dan program di Pondok Pesantren Darurrahmah serta dapat menjadi santri Darurrahmah yang tampil beda serta menjadi perekat ummat.
Hal tersebut sangat penting; mengingat dalam alur sejarah pondok ini, para santri terdahulu (as-Saabiquun al-Awwaluun) mereka kurang bahkan tidak memahami serta menjiwai pondoknya. Seakan ruh kepondokannya setelah mereka keluar/lulus dari pondoknya tidak berbekas dalam jiwa mereka.
Oleh karenanya saya atas nama Pimpinan Pondok dan atas nama ruhiyah pondok memandang penting buku ini untuk dijadikan pembelajaran yang efektif bagi santri Darurrahmah.
Idealisme saya ke depan bahwa pondok ini harus tetap eksis keberadaannya di mata ummat, dan eksistensi santri Darurrahmah harus mampu tampil beda dalam laju perkembangan zaman. Dengan selalu berpegang teguh pada sunnah dan disiplin pondoknya.
Akhir kata, saya berharap sangat tinggi agar Allah selalu membimbing kita dengan hidayahNya, dan langkah kita selalu dirahmatiNya, dan semoga buku ini dapat menjadi pegangan yang bermanfaat bagi warga Pondok Pesantren Darurrahmah sekarang dan kedepan yang akan bergelut dalam dunia kemasyarakatan. Amin…


Wassalam

Penyusun

KH. Tb. Badru Tamam. MA

Sekelumit Tentang Abah


Sekelumit Sejarah Hidup KH. Tb. Asep Basri


Asep Basri. Itulah sebuah nama seorang anak kecil 87 tahun lalu. Dari hasil perkawinan KH. Tb Sanwani dengan Hj. Jannah. Disebuah kampung yang masih terbelakang dan kecil, Banten. Banten adalah tempat sejarah kelahiran beliau dulu, yang kemudian hijrah ke Bogor tepatnya di kampung sanding, desa Bojongnangka, Kecamatan Gunungputri karena tuntutan orangtua. Orangtua beliau sejak dulu menggeluti dalam bidang spiritual keagamaan, atau dengan bahasa umumnya “Hikmah”. Di mana orang-orang banyak yang berdatangan memohon syareat (memohon doa agar urusannya dimudahkan Allah dan bahkan meminta ilmu-ilmu kesaktian dan kedigjayaan. Seperti tidak mempan ditembak dll).
Namun beliau tidak banyak mengenyam ilmu dari orang tuanya. Akan tetapi justru beliau lebih banyak merantau ke daerah luar (Banten) untuk mengenyam ilmu-ilmu agama (tercatat dalam tulisannya ada 30 guru, namun yang paling pertama dan terakhir adalah KH. Zuber. Nagreg, Ciomas, Serang, Banten). Cita-citanya sejak kecil ingin menjadi seorang kiyai didukung oleh orangtuanya. Bahkan doktrin yang sangat fundamental yang dirasakan dari orangtuanya adalah “Paeh hirup sia terserah Allah”. (hidup dan matinya kamu ada pada Allah). Artinya, jangan takut kehilangan orang tua, tapi takutlah akan kehilangan bekal ilmu.
Seiring dengan berputarnya roda waktu tanpa terasa begitu cepatnya. Allah panggil orangtuanya (KH. Tb. Sanwani) disaat beliau masih butuh bimbingan dan bantuan. Terlunta-luntalah hidup dalam memandang masa depan. Entah harus apa yang beliau perbuat, ilmu masih dipertanyakan, hartapun sudah usang ditelan masa dan badai, (karena ada permasalahan perwarisan yang tidak dapat penulis uraikan). Akhirnya dengan menghidupkan keyakinan kepada Allah beliau lepaskan kehawatiran dan keraguan belaka. Maka berangkatlah lagi meneruskan estafet di Pondok.
Setelah keluar dari Pondok Salafi, beliau kembali ke kampung halaman di mana beliau dibesarkan yaitu Sanding. Tempat yang gersang, terpencil dari keramaian. Di sana beliau mulai membangun ritualitas pengajian keagamaan untuk penduduk sekitar setiap ba’da Maghrib / Isya. Lambat laun nama beliaupun menggema dalam telinga masyarakat, dan dinamailah dengan julukan “Muallim Asep” (Muallim artinya guru atau ustadz).
Usiapun semakin bertambah, ibu semakin tua renta, maka disuruhnya beliau untuk cepat-cepat menikah. Tapi yang menjadi persoalan “menikah dengan siapa!, pakai apa! Mau makan apa nanti!”. Jawabnya. Karena Allah maha tahu, maka dengan berawal silaturahim ke daerah Depok, dengan izin Allah beliaupun bertemu dengan Siti Saodah, seorang putri H. Ma’mun, yang konon termasuk tokoh masyarakat setempat dan tergolong kaya harta. Disaat beliau akan berencana menikah, ternyata ada seorang saudagar kaya raya yang memohon kepada ayahnya bahwa diapun akan meminang Siti Saodah. Noar namanya. Dengan bermodalkan niat ibadah karena Allah maka dengan tidak segan-segan beliaupun lebih cepat mengambil sikap untuk menikah, dengan bermodalkan uang mahar 5 perak. Dan itupun hasil pinjaman dari seorang teman.
Setelah menjalani pernikahan, beliau sementara waktu menetap di Depok di tempat mertua, yang kemudian kembali lagi ke kampung halaman. Dengan alasan bahwa Ibu sudah tua tidak ada yang menemani, disamping pengajian jamaah di kampung terbengkalai.
Pada saat langkah dakwah mulai membumi di kampung Sanding, datanglah segerombolan BR (Barisan Rakyat. Sama halnya seperti PKI) di kampung Sanding untuk memberantas antek-antek pemerintah dan agama. Banyak para aparat pemerintah desa, kiyai-kiyai, dan guru ngaji yang meninggal karena perlakuan keji mereka. Dan tinggalah Muallim Asep yang menjadi sasaran target kemudian.
Karena ganasnya perlakuan mereka dengan membunuh orang-orang tak bersalah, maka berangkatlah Muallim Asep ke Banten yaitu ke KH. Zuber (guru pertama muallim Asep) untuk memohon mengundurkan diri bahwa beliau tidak siap berjuang di Sanding. Namun justru beliau malah dimarahi untuk kembali lagi mengamalkan ilmu. “sabar sep!. tong sieun ku anu kitu. Yeuh Puasa!, Insya Allah salamat” (sabar sep, jangan takut mati. Ini puasa!.. Insya Allah selamat). Akhirnya beliaupun kembali dengan terpaksa.
Dengan bermodalkan keraguan, beliaupun berfikir untuk apa ragu! Kita milik Allah dan akan kembali kepada Allah. Akhirnya keyakinan dalam jiwapun membara untuk berniat jihad di jalan Allah.
Sampai pada suatu ketika. Ketika beliau sedang berkumpul dalam suatu majlis, sekitar ba’da Maghrib, tiba-tiba ada suara tembakan dan peluru meluncur dari berbagai arah. Banyak di antara rekan-rekannya yang meninggal. Entah apa yang harus beliau lakukan. Disaat suara senjata berhenti bersipa-siaplah beliau melarikan diri dari jendela. Namun entah mengapa di saat beliau melompat justru suara dan peluru berdatangan dari setiap arah. Berkat pasrah karena Allah datanglah pertolongan Allah, peluru yang berdatangan ternyata hanya bersahabat dengan baju saja tanpa melukai sedikitpun anggota badan.
Gentarlah hati gerombolan BR itu. “Kenapa dia tidak mati!” padahal peluru sudah ratusan dikeluarkan”. Akhirnya merekapun tunduk dan berjanji tidak akan mengganggu Muallim Asep dan bahkan masyarakat Sanding umumnya.
Nama Muallim Asep semakin terngiang di telinga masyarakat luas, sampai-sampai ada yang mengatakan jawara dan lain sebagainya. Dari situ gerakan dakwahpun mulai berkembang dengan mendirikan pesantren salafi yang lebih nyata. Mayoritas santrinya dari masyarakat sekitar dan selebihnya luar daerah.
Disaat program pesantren salafi mulai membahana, dan disaat putra putrinya sudah mulai menginjak dewasa, lambat laun merekapun bertemu jodoh, maka dinikahkanlah mereka satu persatu seiring berjalannya waktu.
Dari sana mulai mempersiapkan langkah-langkah sampai konsep dan sistem yang akan dipakai. Gerakanpun mulai merangkak. Dan tepat pada tanggal 1 januari 1985 didirikanlah Yayasan YAPIDA. Dengan di awali SMP 1985. SMA 1988 dan MTs 1990.
Gerakan ini dipelopori oleh Drs. R. Djazuli. Menantu pertama dari Rosiah, Drs. Fajri Hidayat, menantu kedua dari Titin Nuraeni. Rahmatullah Aziz Putra ketiga, dan R. Deden Ubaidillah, menantu ketiga dari Aida Rahmawati. Dan Drs. Ichsan Said. Seorang mantan santri Kiyai (Muallim Asep). Lengkaplah sudah pembentukan Yayasan dengan terdaftar dalam akta notaris yang sah.
Seiring waktu pula. Lambat laun perjalanpun dilakukan dengan sendiri lagi. Karena anak dan menantu sudah berpencar keluar daerah. Sementara si bungsu masih kecil. Dakwahpun mulai dipesatkan sampai tidak mengenal waktu dan lelah. Untuk menggelorakan syiar Islam dan Pondok.
Walau demikian, perhatiannya kepada anak dan menantu tidak dibeda-bedakan satu sama lainnya. Bahkan beliau tidak menginginkan sepeserpun pemberian dari anak dan menantu akan tetapi Ilmu yang beliau perintahkan untuk ditambah terus. Pesannya adalah “rupiah bila dipakai bisa berkurang tapi ilmu bila  dipakai semakin bertambah”.
“Memang orang hidup tidak terlihat jasa, orang mati jasa menjelma”. Itulah KH. Tb Asep Basri khususnya di mata putra putri dan menantunya. Beliau keras tapi sayang, beliau tidak mengerti menurut kami tapi ilmunya ternyata dalam. Mungkinkah orang tidak berilmu seperti beliau mampu menyinari masyarakat luas dan membangun Pondok sebesar ini dengan dua tangannya!. Sementara kita yang sarjana dan berilmu belum terlihat matangnya buah!. Justru sebaliknya. Kita harus memahami dengan mata hati dan bathin rahasia Allah dibalik itu semua. Allah murka kepada hamba yang sombong hanya berucap saja tanpa amal. Dan sebaliknya. Allah cinta kepada hamba-Nya yang tawakal pada-Nya dan mengamalkan ilmunya walaupun sedikit.
KH. Tb. Asep Basri. Yah!.. itulah sebuah nama indah yang terukir di bumi Darurrahmah ini. Yang sudah Allah panggil kehadirat-Nya pada hari Senin pukul 07. 10 WIB, tanggal 13 September 2004. bertepatan dengan tanggal 28 Rajab 1425 Hijriah. Semangatnya ketika masih hidup dan akan pulang kerahmatullah tetap berkobar dan tak pernah padam untuk membumikan Darurrahmah di mata ummat. Gerakan dakwahnya yang tidak mengenal waktu dan lelah telah beliau habiskan demi syiar Islam, baginya “Hidup adalah perjuangan dan ibadah”. Doktrin itulah yang menancap dalam hati sanubari penulis yang dalam.
Walaupun fakta sejarah membuktikan bahwa beliau tidak banyak mengenyam pendidikan, namun sejarah pula yang membuktikan bahwa beliau adalah orang yang memiliki jiwa pendidik, dan disamping itu karya-karyanya yang dapat kita lihat dan rasakan bersama. 
Sungguh betapa bodohnya kita bilamana hasil perjuangan dan karya-karya  beliau tidak kita teruskan untuk dikembangkan. Tentunya kewajiban kita sekarang ini adalah memanfaatkan momen emas ini untuk kita lestarikan dan kembangkan. Dan jangan mempermasalahkan siap atau tidak siap, tapi mari kita sepakat memandang ke depan dengan satu suara satu hati dan satu ideologi DARURRAHMAH yang tercinta.
Kini tinggal ibunda tercinta Hj. Siti Saodah yang membimbing kami dalam ruhiyah DARURRAHMAH pertiwi.
Selamat jalan Abah. Selamat jalan KH. Tb. Asep Basri. Selamat jalan Professor, Selamat jalan wahai hamba Allah yang mulia. Kami doakan engkau dalam kesejukan rahman dan rahim-Nya.
Amanahmu dan karya-karyamu akan kami abadikan dalam Konsep Idealisme Viramida 2005 di bumi Allah dengan izin-Nya. Dan doakanlah penulis agar dapat merangkul saudara nasab dan darah dalam estafet jihadmu.

KH. Tb Rahmatullah Aziz, SE


Sekelumit Sejarah Hidup Drs. KH. Tb. Rahmatullah Aziz. SE.

Nama waktu kecilnya adalah Rahmat Gunawan, seorang anak yang lincah dan gemar bermain itu kemudian diganti nama menjadi Rahmatullah Aziz. Dengan cita-cita ayah agar beliau selalu mendapatkan rahmat. Ia anak yang pandai dan kreatif. Dilahirkan di Bogor pada tanggal 02 Januari 1965. Putra ketiga dari tujuh bersaudara, dari pasangan Alm. KH. Tb. Asep Basri dan Hj. Siti Saodah. Pendidikan dasarnya dari SD Negeri Bojongnangka dan MI (Madrasah Ibtidaiyah) ar-Rahmah, (hanya saja ketika SD kelas 4 gurunya langsung memindahkannya ke kelas 6, dengan alasan bahwa kemampuannya diatas rata-rata teman-temannya). Kemudian melanjutkan ke Pesantren Ngabar Wali Songo pada tahun 1976 pada usia 9 tahun, dan pada tahun 1977 pindah ke Pondok Modern Gontor. Setelah dari Gontor kemudian ke Pesantren Salafy Buntet Cirebon tahun 1985. Dan kemudian melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi UIKA (Universitas Ibnu Khaldun) Bogor tahun 1991.
Sejak kecil beliau senang dengan pergaulan organisasi sehingga banyak pula kegiatan-kegiatan keorganisasian yang pernah digeluti diantaranya; Ketua Karang Taruna Desa Bojongnangka, Wanhat BPPKB (Badan Pembinaan Potensi Keluarga Besar Banten) tahun 2003 Kabupaten Bogor. Wanhat BENTENG Kabupaten Bogor. Koordinator Usaha Kecil dan Menengah kabupaten Bogor. Ketua Yayasan Pondok Pesantren Darurrahmah tahun 1985-1994. ketua DPD LSM SEKOCI Partai DEMOKRAT kabupaten Bogor tahun 2004. Ketua DPC Partai DEMOKRAT Kabupaten Bogor tahun 2004. Dan sekarang diserahi amanat untuk memegang Perwakafan (Badan Wakaf) Pondok Pesantren Darurrahmah (mulai tahun 2004).
Di bidang prestasi diantaranya; Qori Terbaik tingkat remaja tahun 1978 DKI Jakarta. Mendapat penghargaan dari DEPPERINDAG tahun 1997 sebagai Usaha Kecil dan Menengah. Menyusun buku tentang Usaha Kecil dan Menengah Sebagai Tonggak Keberhasilan Dalam Ekonomi Kerakyatan Masyarakat Indonesia.
Itulah sekelumit sejarah hidup Drs. KH. Tb. Rahmatullah Aziz. SE. diusianya yang sekarang menginjak 44 tahun selalu menyempatkan turut serta memantau jalannya sistem pendidikan di Pondok Pesantren Darurrahmah walaupun ditengah kesibukannya yang banyak. Karena beliau sadar sehebat dan setinggi apapun kesibukannya di luar pondok beliau masih darah Darurrahmah dan suatu ketika akan kembali ke Darurrahmah yang pernah melahirkan dan membesarkannya.
Cita-citanya kedepan ingin menjadikan Pondok Pesantren Darurrahmah di mata publik sebagai lembaga yang mempolitisir bukan dipolitisir, mensukseskan bukan disukseskan, sampai kepada tingkat GO International. Inilah idealisme Rahmatullah Aziz, seorang anak kecil tempo dulu yang selalu berfikir jauh melihat kedepan; sekarang sudah dikaruniai enam putra/putri diantaranya: Galuh Rizki Amalia, Elfaritsa Aziz, Asya Azria Aziz, Funny Aziz, Jendral Wildan Aziz, dan Zildan Aziz.
Semoga Idealismenya dirahmati Allah. Amin…  

Biografi KH. Tb. Badru Tamam


Sekelumit Sejarah Hidup KH. Tb. Badru Tamam, MA.

Nama lengkapnya adalah H. Tb. Badru Tamam Basri[1]. dilahirkan di Bogor pada tanggal 16 April 1976. Putra terakhir dari tujuh bersaudara, dari pasangan Alm. KH. Tb Asep Basri dan Hj. Siti Saodah. Pendidikan dasarnya dari SD Negeri Bojongnangka dan MI (Madrasah Ibtidaiyah) ar-Rahmah pada tahun 1982-1988, kemudian melanjutkan ke SMP YAPIDA pada tahun 1988-1991, Aliyah di Leuwiliang Bogor tahun 1991-1992. Kemudian pindah ke pondok salafy di Garut tahun 1992-1993, dan ke Pondok Pesantren an-Nidzham Sukabumi tahun 1993-1994. namun ketika hendak kuliah ayahnya menyuruhnya untuk mondok lagi di Pondok Modern Gontor tahun 1994-1998. Setamat dari pondok Gontor kemudian hendak pergi belajar ke Yordania, namun ketika mendekati pemberangkatan ke Yordania ayahnya menyuruhnya untuk melanjutkan pendidikan di UIKA (Universitas Ibn Khaldun Bogor tahun 1998-2002. Atas perintah dan dukungan ayah serta keluarga kemudian melanjutkan ke Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2003-2006. Dan sekarang sudah menyelesaikan tesis dengan judul “Kosa kata Non Arab Yang Terdapat Dalam al-Quran” analisa kebahasaan.
Cita-citanya ketika masih kecil ingin menjadi tentara dilarang oleh ayahnya, karena ayahnya mempunyai niat untuk menjadikan kader pondok. Keinginan ayah diterimanya dengan ikhlas, walaupun cita-citanya menjadi tentara tidak tercapai. Ia memang anak yang berdisiplin dalam waktu dan menurutnya waktu adalah permata yang harus dihargai. Kedisiplinan dalam waktu sudah dibiasakannya sejak kecil. Karena ayahnya sangat keras dalam disiplin waktu terutama waktu shalat, dan waktu pengajian al-Quran. Dua hal tersebut yang selalu diperhatikan ayahnya. Doktrin yang masih teringat sampai sekarang dari ayahnya; “aing teu boga anak anu teu daek shalat jeung teu bisa ngaji!”; saya tidak punya anak yang tidak mau shalat dan tidak bisa ngaji. Pendidikan keras dari ayahnya sangatlah bermakna dalam hidupnya, walaupun terkadang dengan paksaan tersebut beliau merasa terkekang. Namun apalah daya karena kerasnya didikan ayah mau tidak mau anak harus menurutinya. Setiap shubuh beliau harus selalu mengaji al-Quran dengan sapu lidi ditangan ayah, salah sedikit saja dari makharij huruf maka sapu melayang ke paha dan punggung. Demikian seterusnya setiap kali mengaji al-Quran. Bahkan pernah ketika beliau ingin berhenti dari pondok karena tidak kerasan lalu ayahnya memaki-makinya dan mengusirnya; “Lamun sia rek eureun ti pondok ulah balik ka imah! Aing teu boga anak model sia!”; kalau kamu mau berhenti dari pondok jangan pulang ke rumah! Saya tidak punya anak sepertimu!. Inilah yang menjadikan beliau bermental pantang menyerah dan selalu tawakal dalam hidup.
Maka untuk memantapkan ubudiyah dan ibadahnya sang ayah mengajaknya ke tanah suci Mekah ketika beliau berusia 17 tahun untuk haji. Namun kekhawatiran sang ayah masih ada disaat beliau berusia 25 tahun, kemudian ayahnya menikahkannya dengan Nenden Yeni Mulyani putri dari KH. Buldan Komaruddin Cianjur. Dengan dikaruniai tiga anak. Yang pertama seorang putri bernama Falha Rahma Fahma Zyda Najha. Kedua seorang putra bernama Baraj Cahya Persada Khidma Lillah. Dan ketiga seorang putri bernama Faykar Layla Tamam. Maka lengkaplah keinginan sang ayah agar beliau menjadi dewasa.     
Pengalamannya dibidang keorganisasian tidak banyak digelutinya, karena ayahnya melarang keras untuk aktif diluar lingkungan pondok, dan agar beliau lebih konsentrasi di dalam pondok. Namun sekelumit pengalamannya dibidang keorganisasian yaitu pernah menjabat sebagai ketua MPPI (Majelis Pemberdayaan Pesantren Indonesia) wilayah Bogor tahun 2003-2004. dan Ketua Pengajian Pemuda Kecamatan Gunung Putri tahun 2000-2002. Karya-karyanya yang sudah digarap adalah buku keorganisasian untuk kalangan Pondok Pesantren yang berjudul “Konsep Idealisme Piramida di Pondok Pesantren”. Dan buku Darurrahmahisme; yaitu buku tentang kepondokpesantrenan Darurrahmah, serta masih banyak lagi karya-karya ilmiah lainnya. Sekarang beliau menjabat sebagai Pimpinan Pondok Pesantren Darurrahmah, meneruskan estafet ayahnya yang sudah meninggal dunia tahun 2004. Ambisinya untuk menjadikan Pondok Pesantren Darurrahmah sebagai lembaga pendidikan yang tampil beda dengan nuansa sistem yang inovatif sangatlah kuat.
Kiprahnya sejak tahun 1998 sampai sekarang tidaklah mudah seperti membalikan telapak tangan, dengan berbekal mental dan keyakinan yang mantap ia selalu berambisi bagaimana agar Pondok Pesantren Darurrahmah “tampil beda untuk anda” sangatlah tinggi. Dengan berbagai penataan sistem dan pembangunan beliau selalu kembangkan. walaupun terkadang gesekan antar keluarga terjadi itu tidak menjadikannya untuk mengendor dalam berjihad.
Hayalan-hayalannya yang agung sangatlah mengaktual dalam aspek pembangunan pendidikan pondok. Walaupun terkadang kaki menjadi kepala dan sebaliknya, uang belanja dapur terpakai untuk membeli semen bukanlah hal yang aneh tapi sudah biasa dalam kesehariannya. Baginya hidup adalah perjuangan yang harus sampai titik ajal tiba.
Kiprahnya di pondok sejak paska meninggalnya orangtua tercinta sangatlah banyak baik dalam aspek kualitas keilmuan santri maupun dalam aspek pembangunan pondok.
a.       Aspek kualitas keilmuan santri dengan mengadakan perombakan sistem lama dengan sistem baru dengan konsep idealisme piramida, pengkajian dan penyusunan kurikulum dan silabus, pengkajian kualitas keilmuan guru, input dan output santri dalam penguasaan keilmuan serta gerak langkah mereka ditengah masyarakat luas, penyaluran dan pengembangan bakat/kreatif santri sebagai manifestasi “Darurrahmah Tampil Beda Untuk Anda”. Dan masih banyak lagi.
b.      Aspek pembangunan banyak yang sudah dicapainya diantaranya; estafet penyempurnaan dalam pembangunan gedung al-Basri dua lantai yang baru dicapai oleh Abah (orangtua) sekitar 65%. Pengadaan sarana lapangan bola dengan membumi hanguskan 15 lokal ruang belajar/kelas, penataan lingkungan pondok dengan memperbanyak penghijauan dan pewarnaan bangunan yang representatif, pembangunan perumahan guru, pembangunan perkantoran baik bagi staf-staf pondok maupun OPD, serta sarana penunjang untuk olahraga dan untuk belajar santri. [2]
Yah...itulah Badru Tamam anak kecil tempo dulu yang sekarang sudah menjadi bapak bagi santri-santrinya. Seakan baru kemarin ia digendong sang ibu tercinta, menangis merengek minta jajanan sekarang sudah menjadi orang yang dituakan.
Semoga perjuangannya diridloi dan diberkahi Allah. Amin...


[1] Basri adalah nama tambahan setelah ayahnya meninggal, sebagai julukan nasab
[2]  Gerakan tersebut dimulai sejak tahun 2004 sampai dengan sekarang.

Kronologis


Kronologis Berdirinya Darurrahmah

            Pondok Pesantren Tradisional / salafi yang diasuh oleh KH. Tb. Asep Basri melahirkan konsep idealisme pengembangan. Sehingga diharapkan dapat berstatus sosial pendidikan yang resmi / sah di mata ummat dan hukum. Sehingga dibentuklah Ar-Rahmah. Dimana sebelumnya hanya bersifat Pondok Pesantren Tradisional. Cikal bakal berdirinya Darurrahmah di mulai dengan berdirinya Ar-Rahmah. Pencetus dan pendirinya adalah KH. Tb. Asep Basri. Kemudian setelah sekian lama dipandang perlu pengembangan untuk kedepan, maka dibentuklah Yayasan yang bernama YAPIDA (Yayasan Pendidikan Islam Darurrahmah) dengan dibantu dan didukung oleh Ny. Hj. Siti Saodah (istri alm. KH. Tb. Asep Basri), H. Tb. Rahmatullah Aziz (putra ketiga). Drs. H.R. Djazuli (menantu pertama dari Hj. Rosiah), Drs. H. Fajri Hidayat (menantu kedua dari Hj. Titin Nuraeni), dan Drs. H. M. Ichsan Said MM. (alumni yang tidak masuk dalam daftar buku induk formal / salafi dulu ),  Tertanggal 1 Januari 1985. dan telah dilegalisir dengan Akta Notaris di Bogor dan terdaftar di Pengadilan Negeri Cibinong Bogor. Dengan nama YAPIDA (Yayasan Pendidikan Islam Darurrahmah).

99 Kelabu


99 Kelabu Di Pondok
           
            Setelah terbentuknya yayasan tahun 1985 sampai tahun 1999 perkembangan pondok setahap demi setahap makin bertambah, baik perluasan lahan tanah maupun pembangunan gedung. Dengan mencapai luas 4,5 Ha. Namun perkembangan santri yang mondok lambat laun mulai menyusut, sebaliknya perkembangan siswa yang sekolah semakin meningkat dari tahun ketahun. Sampai pada tahun 1998 jumlah siswa mencapai sekitar seribu siswa. Akan tetapi jumlah yang begitu besar kurang membahagiakan pendiri (KH.Tb. Asep Basri) dan beliau merasa prihatin dengan melihat kenyataan bertambahnya jumlah siswa yang sekolah dari tahun ketahun sementara jumlah santri yang mondok semakin berkurang. Disiplin santri selalu terkontaminasi dengan siswa yang sekolah. Pengaruh-pengaruh buruk yang dibawa siswa sekolah semakin menjadi-jadi sampai guru-guru dan bahkan penguruspun tidak bisa melerainya. Siswa masuk ke sekolah dengan matanya merah, badan lesu banyak ditemukan karena akibat minum-minuman keras. Pergaulan bebas dan perkelahian selalu terjadi tidak hanya antar sesama teman tapi juga antar sekolah. Sungguh memilukan peristiwa tersebut. Bapak pendiri hanya bisa mengelus-elus dada tanda sudah bingungnya harus bagaimana lagi. Kondisi santri yang mondok menjadi kacau balau.
            Kemudian dengan bermodalkan niat yang suci dan ikhlas memberanikanlah putranya yang terakhir untuk bertukar pikiran dengan sang ayah. Ia mengusulkan bahwa pondok ini akan nyaman dan aman dari pengaruh-pengaruh lingkungan kotor kalau seandainya pondok ini mendisiplinkan santrinya dilingkungan pondok dan tidak ada yang pulang pergi hanya untuk sekolah saja. Dan hal ini dimaksudkan agar niat pendiri dalam membangun pondok di awal sejarah tidak menyalahi ketentuan. Pondok tetap pondok. Pondok ya sekolah, sekolah ya pondok. Artinya mereka yang belajar di pondok ini tidak hanya untuk sekolah saja atau untuk mondok saja. Pondok dan sekolah merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisah-pisahkan. Usulan sang putrapun diterimanya dengan senang hati. Maka mulailah dengan bismillah membangun peradaban baru di pondok
Maka pada tahun 1999 diwajibkanlah siswa untuk mondok. Siapa siap silahkan mondok, dan siapa yang tidak siap silahkan keluar/berhenti dari pondok. Dengan ketentuan yang demikian maka banyak dari siswa yang hanya sekolah saja yang berhenti dari pondok. Hampir seribu orang keluar/berhenti dari sekolah. Namun dengan peristiwa seperti ini sang pendiri tetap tegar dan bangga bahwa santri-santri yang ikhlas belajar mereka tetap tinggal di pondok, walaupun jumlah mereka sedikit. Bahkan beliau merasa senang dan nyaman dengan melihat santri yang keluar masuk masjid untuk ibadah dan mengaji. Apalagi dengan terjunnya putranya yang terakhir dalam dunia pondok Darurrahmah menambah semaraknya kehidupan di pondok. Kegigihan putranya yang selalu menghidupkan jiwa kesantrian membuat sang ayah bangga dan merasa haru.
Dengan perubahan sistem dari sistem kesekolahan menjadi sistem kepondokan banyak pula guru-guru yang keluar/berhenti karena tidak faham akan pondok, walaupun yang ikhlas menetap tinggal di pondok ada juga. Tapi hal itu dianggap bukan persoalan oleh pendiri. “biarkan mereka pergi! Toh nanti juga akan datang mereka yang ikhlas belajar dan  beramal”.
Inilah Darurrahmah yang harus dikembalikan kepada fitrahnya yang awal. Jangan dikotori dengan sesuatu yang dapat mengganggu bahkan merusak sunnah pondok ini. Walaupun banyak komentar disana-sini yang mengatakan bahwa inilah awal kehancuran YAPIDA, dan banyak hal lagi. Namun pendirian tetap mantap dan tegak berdiri. Sang ayah yang membimbing dan mendukung sang anak dalam berjalan. Dan sang anak yang semangat dalam berkarya. 
Walaupun setelah peristiwa tersebut pondok mengalami kemuduran secara kuantitas namun secara kualitas pondok semakin meningkat. Dan genap tiga tahun melewati masa kelabu itu perkembangan pondok justru semakin meningkat baik dari penambahan bangunannya maupun dari perluasan lahan tanahnya. Terhitung sampai tahun 2008 mencapai luas tanah seluas 6 Ha.

Darurrahmah Nan Sepi


Darurrahmah Nan Sepi Penuh Hiburan

      Jauh disana terdapat sebuah kampung yang terpencil dan sepi dari keramaian. Sanding namanya. Darurrahmah; begitulah nama pondok itu. Ia terletak agak jauh dari kota yang ramai, penduduknya jauh dari harta berlebihan. Tanah sekelilingnya tak mencukupi untuk kepentingan penduduknya sendiri. Penduduknya telah banyak meninggalkan tempat itu, beralih ke bagian lain dari dunia yang luas, disebabkan penghidupan semata-mata.
      Akhir-akhir ini nama Pondok Pesantren Darurrahmah sering disebut-sebut orang. Dendangan lagu lama telah beriak pula. Kepada kalbu para pemuda sering mendesir nama ini. Ke Darurrahmah….Darurrahmah hidup kembali di hati para pecinta ilmu.
      Nun ditengah-tengah desa itu, di bawah pepohonan yang rindang rimbun, di sela pepohonan kelapanya yang berayun-ayun, lambai-melambai. Berdirilah puluhan dangau-dangau. Inilah dia tempat bernaung para penuntut ilmu. Pepohonan kelapa yang masih muda remaja itu memberikan kesan bahwa masih muda pula perumahan itu.
      Itu…..tertegak sebuah gedung besar dan kokoh rupanya. Gentingnya masih kemerah-merahan tanda ia baru bersolek. Itulah dia sebuah tempat gudang pengetahuan. kesanalah para pelajar mengerjakan ibadahnya, tunduk tafakur, mengenangkan rahmat ilahi, memuji kebesaranNya siang dan malam, pagi dan petang. Penjelmaan baru kiranya yang kaya akan suasana kesahajaan.
      Sepi tempat ini, dalam pandangan pecinta ramai, tapi besar artinya bagi pecinta damai. Tak ada artinya bagi pandangan ahli glamor. Dalam kandungannya bagi ahli fikir. Sempit tempat ini bagi orang yang nakal. Tetapi tersedia bagi orang yang suka tafakur dan mengasah fikiran.
      Ia bukan tempat untuk mencari kesenangan, mengumbar hawa nafsu, dan bukan tempat mencari keuntungan harta benda. Tetapi tempat berkorban mengkhidmat kehadapan agama, nusa dan bangsa.

Darurrahmah……….
      Untuk kedua kalinya ia membuka sejarah dari pusara yang lama, bangkitlah putra baru yang gagah perkasa. Alam yang sejuk, udara yang bersih, langit yang jernih mengasuh putra muda angkatan baru. Pepohonan yang tumbuh disekelilingnya berdaun rimbun melambai-lambai, turut pula mengamati akan keselamatannya. Burung-burung yang berterbangan disekelilingnya turut menyanyikan lagu-lagunya, mengelu-elukan akan datang zaman baru, turut menghiburkan kedukaan lama.
      Sinar matahari, cahaya bulan turut memandikannya dengan cahaya dan sinar hikmatnya. Sesekali turun hujan menyiraminya pelepas dahaga bagi penduduknya, menghidupkan segala makhluk yang bernaung di perlindungannya.

Darurrahmah………..
      Sempit tanahnya bagi manusia yang selalu mengejar keduniaan. Lapang dan subur bagi makhluk yang inginkan kebahagiaan akhirat dan ridla Tuhan. Tak terlepas dahaga bagi insan yang tamak. Tetapi disanalah mengalir mata air kebahagiaan dan kemegahan di sisi Khaliqul ‘Alam. Dari sela-sela itulah terpercik beraneka ragam ilmu yang dalam, ilmu yang kekal untuk bekal berjalan. Disanalah memancar cahaya kebahagiaan, kebahagiaan dunia dan akhirat bagi siapa yang menginginkan.

Darurrahmah……….
      Tempat terlahirnya pondok lama kini menjelmakan pondok baru. Permukiman  tempat tinggal para pelajar. Disanalah berdiamnya kiyai. Pondok tempat berhubungan roh yang kekal abadi, tempat pembentukan jiwa kearah mengenal Ilahi Rabbi. Tempat latihan raga mandiri percaya diri sendiri. Pondok tempat pelajar membentuk budi, tempat menentramkan gelisah hati, tempat kiyai mewejang santri, agar santri mengenal diri. Pondok tempat pertemuan jiwa, jiwa santri dan jiwa kiyai sepanjang hari. Di pondok santri berdiam diri, di pondok pula kiyai bersemayam. sehingga meresaplah rasa cinta. Cinta kekal yang tak putus-putus walaupun santri telah berjalan meneruskan ajaran yang telah diminumnya.
      Pondok menjadi pernaungan yang tak mudah hilang, tak gampang lekang. Ia menzaman, mengawaskan kehendak zaman dan masa. Ia kaya akan cara daya upaya untuk melaksanakan lekas berhasilnya sesuatu rancangan, untuk memajukan sesuatu idaman dengan mudah dan gampang, singkat, lekas berubah, memuaskan.

Inilah dia Darurrahmah baru……
      Darurrahmah tempat rahmat cinta kasih. Kampung kebahagiaan yang tiada bandingnya, kemulyaan yang tiada imbangannya. Ia kedamaian jiwa dan raga.
      Jiwa dan raga terasa tentram bila insan mengenal Tuhan. Mengenal Tuhan tak pula akan dapat jika makhluk tak berpengetahuan luas dan dalam.

Darurrahmah……..
      Sehari demi sehari menyongsong sinar matahari pagi, berduyun-duyun para pemuda pecinta ilmu bersama-sama melangkahkan kaki, mengarungi lautan, melepaskan ikatan, pergi ke Darurrahmah.
      Betapa banyak pemuda / pemudi yang turut menghisap kenikmatan dan kelezatan di Pondok Pesantren Darurrahmah. Betapa banyak pemuda / pemudi yang yang merasakan keindahan, ketinggian dan kejayaan Darurrahmah. ia tempat bernaung dan tempat berenang. Tempat merenangi ilmu yang dalam. Tempat mereka berpijak menapakkan langkah. Oh….Betapa banyak pemuda / pemudi turut belajar dengan perahu yang telah bermuat sarat. Perahu yang cukup perbekalan untuk mencapai pulau idaman.
      Dalam kemajuannya; sehari demi sehari bukan sedikit pula orang yang iri hati, turut meniru; tak dapat. terus menanam dengki, berupaya hendak menghalangi dan  mengacaunya. Halangan tinggal halangan, rintangan tinggal rintangan. Layar telah berkembang, siapa suka boleh ikut, tak sudi jangan mengeji, relakan dia dengan keikhlasan hati.
      Pemuda / pemudi yang bercita-cita tinggi, berkeras hati, pantang surut walau setapak, laut yang lebar ia renangi, gunung yang tinggi ia daki, namun kata di hati telah terdetik “aku mau ini”, maka ia berjalan terus….terus maju kemuka menepati janji.
      Janji ini telah tertera bagi orang-orang yang suka kerja. janji berupa kemenangan sesudah bersusah payah. Janji ini janji sakti, tak diperoleh dengan umpat yang keji. Begitulah firman Ilahi, begitulah pesan-pesan nenek zaman bahari.
      Susah payah, rintangan, halangan, itulah hiasan perjuangan. Perjuangan adalah pertarungan antara yang diidamkan dengan yang tak menginginkan, mempertahankan keyakinan dengan yang tak meyakinkan, mewujudkan cita-cita kepada kenyataan yang berwujud. Sesuatu kewujudan yang dapat dirasakan lezatnya sesudah menempuh beberapa kesusahpayahan, sesudah menderita kepahitgetiran, sesudah menanggungkan macam-macam adzab, hinaan dan nistaan, itulah dia kenikmatan.
      Telah berlalulah beberapa waktu, telah bertukarlah beberapa musim, namun segala rintangan telah terlampau, namun segala kepayahan sudah agak terbalas karena usaha yang mulanya berupa remeh, kini sudah menanjak agak berwujud, agak berani diketengahkan kemuka khalayak.
      Kalau kini di bawah pohon-pohon yang rimbun, dan di bawah pohon-pohon jati yang rindang itu duduk ratusan pemuda / pemudi bercakap-cakap dengan asyiknya, bercengkrama dengan ramahnya, bersoal dan bertanya kepada bukunya. Bagaimanakah pula tahun-tahun yang akan datang?....
      Dalam hawa yang bersih, udara yang murni, awan yang jernih, alam yang suci, disanalah medan pendidikan bagi pemuda / pemudi kita yang masih putih bersih, suci murni diasuh dan dilatih, dipersenjatai dengan pelbagai senjata, kelak dikemudian harinya menjadi panglima di muka, berkorban lebih dahulu sebagai ganjaran kemenangan, bukan hanya perintah dan penyuruh dari belakang, bukan hanya sebagai pendikte teoritis.
      Di tempat yang suci, diajar dengan kesucian, diterima pula dengan hati yang masih murni; Insya Allah akan tercapailah apa yang dikenangkan. Didikan dalam alam yang terbuka agar tak terkungkung jiwa mereka disusuh hidup sederhana, agar tak terkejut di tempat mana saja, diajari bersusah payah agar mudah mereka berusaha tak terkungkung oleh nafkah, tak terbelit oleh harta, tak luntur karena dunia.
      Di desa mereka bersemedi, agar mereka selalu teringatkan diri bahwa di tempat semacam itulah tempat yang harus mendapat penerangan. Ditempat seperti itulah mereka harus dibela. Di desa mereka dapat melihat hal ihwal rakyat, dapat menyaksikan kekurangan ummat, dapat menimbang hajatnya masyarakat, kurang penyuluh, kurang penerangan, kurang penunjuk untuk melangkah. Itulah yang harus mereka bela, itulah yang harus mereka khidmati, itulah yang utama, harus ditolong, itulah yang pertama, harus dibimbing. Disanalah tempat diri mengabdi…..
      Di tempat yang suci mereka belajar, tak lain dan tak bukan adalah untuk memperkuat roh dan raga, tahankah berasing dari kesenangan, sanggupkah menahan kesunyian kelaknya, tahan ujikah menahan nafsunya……Diperbekali mereka dengan ilmu agama, agar mereka insyaf akan Tuhannya, insyaf mereka bahwa dunia ini tempat lalu belaka, ia bukanlah suatu tujuan yang berharga di sisi Tuhan yang maha besar. Diperbekali pula mereka dengan pelbagai ilmu pengetahuan agar terbuka dada mereka, luas pandangan mereka, dalam jajahan mereka, terbuka medan perjuangan mereka seluas-luasnya dipenjuru alam ini.
      Itulah sekedar dasar didikan yang terpancar di sela-sela gedung di bawah pohon-pohon kayu itu. Itulah serba ringkas kesan-kesan yang telah dirasakan selama menumpangkan diri ke perahu Pondok Pesantren Darurrahmah. Itulah percikan kenikmatan selama diri turut bernaung dalam Darurrahmah.
            Banyak benar lagi hal-hal yang indah murni yang dapat digali dari gedung perbendaharaan Darurrahmah. banyak benar permata peni dan edi, indah permai yang masih terpendam di bawah gedung-gedung yang bersahaja. Siapakah yang dapat menemuinya, hanya pemuda yang insyaf akan gunanya. Ini yang sudah pasti. Berbahagialah pemuda yang selalu ingat akan hal ini. Berbahagialah Ibu Pertiwi yang memiliki Darurrahmah seperti ini. Semoga Allah melanjutkan usahanya, sehingga tercapai idamannya. Tuhan Allah jualah yang lebih kuasa dan maha kuasa atas segala-galanya.

Darurrahmahisme

DARURRAHMAHISME RUHIYAH PONDOK Selayang Pandang Bapak Pimpinan Pondok الحمد لله رب العالمين . وبه نستعين . ألصلاة والسلام علي حبيبه الكري...